[Ini Hanya Tentang Tenang]
Ini Hanya Tentang Tenang
Kalau dipikir-pikir, betapa terstrukturnya kehidupan di bumi ini diatur Tuhan, ya. Dua puluh tiga tahun menjadi manusia, kurasa cukup untuk menemukan fakta itu. Betapa banyaknya perbedaan yang diciptakan oleh satu Pencipta.
Dan tidak kutemukan jawaban, ketika aku membayangkan bagaimana kalau semuanya sama. Fisik sama, pekerjaan, kehidupan ekonomi, emosional, ambisi, mimpi, latar belakang, nominal kekayaan. Bagaimana kalau semua itu sama untuk semua manusia? Konyol memang pertanyaan yang sering muncul di benak manusia bernama "aku" ini. Tapi itu lah nyatanya. Itulah pertanyaannya.
Tetapi, ternyata pertanyaan itu hanya bisa dijawab dengan pertanyaan juga. Jika sama, dari mana kita memaknai rasa syukur?
Betapa sempurnanya struktur yang diatur Maha Pencipta untuk memberikan kesadaran bahwa "setidaknya pasti ada hal yang wajib kita syukuri"
Tadi, ada video yang baru ku tonton, tentang seorang ayah, merantau dari Medan ke Jakarta untuk mencari nafkah. Bapak itu berjualan raket badminton di pinggir jalan. Beliau jejerkan raket2 itu dengan rapi. Disusunnya sedemikian rupa sehingga terlihat menarik. Berjualan dari pagi sampai sore tapi belum ada satupun pembeli. Karena saking sepinya, bapak itu sampai tertidur di pinggir jalan.
Ya Tuhan. Keliru kah kalau berpikir kenapa tidak dibuat semuanya setara, agar tidak ada tumpang tindih seperti ini. Agar senyum kita semua sama maknanya. Bukan ada yang senyum karena bergelimang harta, sedang lainnya senyum karena pahitnya kehidupan yang memaksa
Bayangkan bagaimana tekad nya ketika melangkahkan kaki dari Medan ke Jakarta. Bagaimana luka di hatinya ketika berpamitan dengan keluarga. Bagaimana harapan yang di impikan saat tiba di ibu kota nanti. Lalu membayangkan bagaimana mengatur pengeluaran agar bisa bertahan hidup sambil berjuang mendapatkan pemasukan dari berjualan di pinggir jalan, di tengah hiruk pikuk kota Jakarta dengan kendaraan mewah berlalu lalang.
Ketika melihat itu, bukankah sangat memalukan jika diri ini mengeluhkan ini itu. Sibuk mengkhawatirkan bagaimana jika begini jika begitu. Padahal disana, ada seorang yang juga manusia sepertiku sedang bertaruh untuk bisa sampai di sore hari, bertaruh untuk sanggup melewati malam, dan merasakan udara esok hari.
Dan, itu hanyalah salah satu dari sekian banyak tamparan yang disediakan semesta.
Oleh karena itu, rasa syukur linear dengan ketenangan, dan ketenangan linear dengan keyakinan kita pada Tuhan. Tidaklah yakin kita pada Tuhan kalau kita tidak tenang, dan tidak akan kita tenang kalau jauh dari rasa syukur.
Sungguh indah pola kehidupan ini.
Ya begitulah emang semua sdh di atur oleh YMK.
BalasHapusI really like this story
BalasHapus