Bullying, Lagi?
Hai.
Jadi aku abis nonton video di media sosial, tentang seorang anak normal yang terpaksa harus pindah ke Sekolah Luar Biasa (SLB) karena tidak tahan di bully di sekolah biasa. Sudah muncul rasa takut untuk bertemu dengan teman-temannya sehingga orang tua anak ini memilih memindahkan putra mereka ke SLB yang notabene jaraknya cukup jauh. Setiap hari anak ini diantar jemput oleh ayahnya yang sudah cukup berumur, berjalan kaki menempuh jarak 4 km. Ya. Disaat orang lain di antar jemput dengan kendaraan, anak ini diantar jemput dengan kaki ayahnya yang sudah tua, setiap harinya.
Dalam video itu, dengan wajah polos khas anak-anak, ia dan ayahnya terlihat berjalan beriringan di jalan. Dapat kita tangkap semangat dan luka yang sama besarnya pada langkah mereka.
Aku berkali-kali menangis menonton itu. Ayolah, hati siapa yang tidak terenyuh melihatnya.
Ketika ditanya mengapa dipindahkan ke SLB padahal sang anak normal, sang ayah mengatakan bahwa takut anaknya di bully lagi. Ya Allah, sungguh menyakitkan. Sungguh. Entah kapan kemanusiaan bisa tergenggam dengan baik.
Sebegitu kerasnya sang ayah menyelamatkan kesehatan mental anaknya, dan sekeras itu juga sang ayah memperjuangkan pendidikan yang bisa menghargai kemanusiaan.
Bagaimana kasus ini bisa terjadi?
Lagi-lagi bullying menjadi kasus yang terus terjadi dimanapun. Terkadang aku heran, dimana letak hati dan kemana hilangnya rasa iba seseorang yang dengan lancangnya membully orang lain? Tidakkah kita sadar bahwa bahan dasar kita ini sama. Apa sebenarnya yang dibanggakan sehingga kita punya hak untuk membully orang lain? Sehebat apa diri kita ini? Merasa memiliki power? Lebih kuat dari orang yang kita bully? Lebih kaya dari yang kita bully? Atau lebih ramai dari yang kita bully?? Atau karena orang yang kita bully itu lebih lemah? Latar belakangnya lebih sederhana dari kita? Dia orang yang kurang mampu? Heyy! Bahkan kita ini hidup hanya menikmati pemberian Tuhan! Jangan congkak.
Dan dengan kita membully seseorang, apalagi beramai-ramai, itu sudah menunjukkan bahwa kita sudah kalah telak dalam hal apapun.
Okee jika dalam kasus ini, tokohnya adalah anak-anak SD yang masih dibawah umur. Tetapi, menurutku tidak ada aturan usia dalam memperjuangkan kemanusiaan. Maka ini juga menjadi PR kita semua, khususnya dalam lingkungan pendidikan. Sebenarnya apa yang salah sehingga bully masih saja menjadi kasus favorit?
Menurutku, ada beberapa hal yang bisa kita upayakan untuk mencegah bullying.
Namun sebelum itu, biar kujabarkan fakta berikut.
Menurut data Programme for International Students Assessment (PISA), anak dan remaja di Indonesia mengalami intimidasi sebanyak 15 persen, penghinaan sebanyak 22 persen, pengancaman sebanyak 14 persen, perundungan fisik sebanyak 18 persen, dan 20 persen digosipkan kabar buruk. Dan di artikel lain disebutkan, bahwa sebanyak 3,2 juta anak menjadi korban bullying setiap harinya, sekitar 160.000 anak membolos karena menghindari bullying, dan sekitar 30% kasus bunuh diri anak memiliki relasi dengan bullying. Wah sungguh mencengangkan.
Mari kita lanjut,
Pertama, hal yang bisa kita lakukan adalah dengan meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya dirumah.
Mengapa malah pengawasan dirumah yang pertama kali ditingkatkan? Karena sebagai madrasah pertama bagi seorang anak, tentu keluarga menjadi tokoh utama dalam mengontrol tingkah laku anaknya. Teknologi lagi-lagi jadi poin. Percayalah, teknologi sungguh bisa dengan mudah menguras akhlak anak-anak kita. Zaman sekarang sungguh gila. Anak bisa dengan mudah meniru apa yang dilihatnya di media sosial dan lebih gila nya lagi, anak dibawah umur pun sudah paham cara menggunakan media sosial. Dan dapat dengan tegas kukatakan, media sosial adalah gerbang utama menuju penurunan moral anak-anak masa kini.
Jadi, pihak keluarga menurutku menjadi pihak pertama yang harus lebih aware pada moral anak-anaknya. Karena terlepas dari apa yang dilakukannya di sekolah, moral yang terbentuk dengan baik dari rumah bisa menjadi tameng dan alarm untuk anak-anak kita ketika diluaran.
Kedua, pengawasan pihak sekolah yang perlu kita tingkatkan pula.
Jika keluarga adalah pihak utama, maka pihak sekolah adalah pihak pendukung utama karena 1/4 atau 1/3 hari waktu dari 24 jam anak dihabiskan di sekolah dan rata-rata kasus bullying terjadi di sekolah.
Zaman sekarang, kita tidak bisa hanya memperjuangkan tingginya nilai akademik, tapi rendahnya moral peserta didik sungguh harus diberi perhatian lebih besar. Mungkin semua orang juga sadar, bagaimana moral semua peserta didik zaman sekarang. Ya, tidak semua. Karena kurasa, masih ada anak yang tahu batasan dalam bertindak, tetapi banyak yang justru sebaliknya.
Kita tingkatkan perhatian kita pada setiap anak, jangan sampai menutup mata. Sering-seringlah memantau kegiatan peserta didik, apa yang mereka lakukan, apa yang mereka katakan, menyelidiki jika ada suatu indikasi korban, dan yang pasti perhatikan perkembangan mental mereka. Karena sekuat apapun seseorang menyembunyikan kerusakan mental, pasti tetap akan ada tanda yang terlihat, terlebih ini anak-anak yang reaksi tubuhnya masih sangat alami. Tingkatkan perhatian kita pada anak-anak yang memiliki perbedaan dengan teman-temannya, karena biasanya yang menjadi korban bullying adalah yang terlihat berbeda dari yang lain. Berbeda dalam konteks banyak hal.
Dan mungkin ini terdengar aneh, tapi menurutku penerapan integrasi kurikulum juga bisa menjadi salah satu opsi untuk mencegah atau meminimalisir kasus seperti ini. Integrasi kurikulum adalah pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai agama atau moral tertentu dalam setiap pelaksanaannya. Jika setiap pembelajaran dilakukan seperti itu, tentu akan berdampak baik pada perkembangan moral anak-anak. Karena aku pernah mendengar, bahwa sebenarnya semua anak-anak adalah penurut, tergantung bagaimana cara kita menstimulasi sisi itu.
Ketiga, walau terdengar sensitif, tapi menurutku pemerintah juga berperan besar dalam hal ini. Sudah saatnya bullying menjadi topik pembahasan mendalam dalam rapat pemerintah, karena yang memiliki kekuasaan tetap berkuasa dalam apapun, bukan?
Baiklah cukup sekian. Itu pandanganku. Mohon dimaafkan untuk segala hal yang tidak sejalan dengan pandangan kalian, karena setiap orang memiliki pandangan masing-masing, tapi kalau kita mau saling pandang juga boleh, ups hehehe
Bye gais. Doa terbaik untuk Muhammad Firmansyah, kamu terlalu dini untuk merasakan ketidakadilan dalam kehidupan, dik. Kamu masih terlalu kecil untuk merasakan betapa beratnya memperjuangkan kesehatan mental diri sendiri. Kamu terlalu tidak pantas untuk menerima perlakuan tidak manusiawi dari manusia lain. Karena kamu tahu? Di dunia ini terlalu banyak manusia yang sudah diberi akal tapi tidak tau cara mengunakannya dengan benar.
~Lda
Peluk jauh untuk Muhammad Firmansyah:)
BalasHapusTerimakasih tulisannya kak. Sangat bermanfaat.
Wah terimakasih kembali karena sudah membaca. Sehat selalu
Hapus